<$BlogRSDUrl$>

Saturday, July 17, 2004

Mungkin bagiku mereka adalah sahabat. Sejenak aku merasa begitu dicintai. Rasa bahagia yang berbeda. Senyuman, gurauan, pelukan, ciuman. Segalanya berlimpah untukku di sana. Untukku.

18 hari di India terasa begitu singkat. Mungkin benar bahwa baik atau buruk terkadang tak bisa dipastikan sebelum kita jalani sendiri. Berangkat dengan berat hati, keluh kesah berkepanjangan kepada seorang teman dari Malaysia.. 11 Juni 2004. Segalanya terasa begitu berat, meninggalkan Jakarta lebih cepat. Ada penyesalan bahkan rasa bersalah. Even when I met my friends in Changi, I felt alienated. I didn’t know many people in my group, and I wasn’t close to those that I knew, except Suyi the Malaysian girl. But okay anyway I was in the point of no return, I had to go. We took Srilankan Airlines. I don’t remember much about the 4 hours flight to Colombo, guess I slept my way through. The only thing that I remember is that Drew Barrymore’s 50 First Dates was shown in the craft. Changi. Colombo. Bangalore (baca: beng-ge-loor).

Di Bangalore malam hari, Kirti menyambut dengan sukacita. Kirti was my classmate in some courses so I knew her quite well. She’s our Indian Liaison for this project. She went to India a few weeks earlier. She lives in Delhi and had to take 2 nights train to Bangalore. Quite refreshing to receive such a warm welcome, she had her hair dyed, and she brought peach roses for us. Okay, the weather was nice that night, cool and windy. Langsung ke stasiun kereta api, di sana ada kamar2 yang disewakan untuk 1 malam saja, tak boleh lebih. Namanya “retiring rooms”. Seram sekali, jalanan penuh laki-laki berkulit hitam, dan di dalam stasiun banyak orang bergeletakan. Banyak kulit pisang bergeletakan juga. Rupanya pisang populer di sana. The room was okay, bau rokok dan antiseptik, tapi boleh lah, gak ada komplain. Shared the room with Eleanor and Suyi. Kita makan malam di Comesun, di stasiun… I miss that restaurant.

The next day we went to Krishna Temple. Ini sih objek wisata… masih baru gitu. Ingat Vishnu-Shiwa-Brahmaji, 3 dewa umat Hindu ? Krisna ini titisannya Vishnu. Masuk ke dalam candi kita harus lepaskan alas kaki, kamera dan tas tak boleh dibawa masuk… lalu jalan kaki berkelok2 menyusuri tempat2 ibadah. Lalu dahiku dipasangin kuning2! Keren. Lalu kita ke candi laen, entah apa namanya. Kebetulan pemuka2 agamanya lagi pada mandiin patung. Nggak terlalu terpukau, mungkin karena Borobudur begitu megah.

Tujuan selanjutnya Lal Bagh Botanic Garden. Tidak keren sama sekali. Tandus. Tak seperti Kebun Raya Bogor yang selalu memberi kesejukan, kesunyian, kedamaian, keriuhan, atau sepi, tak ada kesan yang kutangkap di sana. Tapi lumayanlah olahraga lari2 naik bukit batu dengan kuil di puncaknya. Lalu kami ke restoran yg nyempil di sela2 toko. Kumuh, tapi anehnya ramai sekali!! Harus ngantri pula. Ternyata makannya lucu… Pertama kita disuruh duduk, disuguhi jus anggur-lemon. Lalu datang piring logam. Lalu lelaki2 pramusaji yg memakai cawat itu membawa ember logam yang ternyata berisi makanan, lalu mereka berkeliling menjatah tiap2 piring. Terus saja seperti itu sampai kira2 ada 15 jenis lauk vegetarian dan 2 jenis nasi, bubur, serta roti India (chapatti). Baru akhirnya kita disajikan es krim warna kuning rasa lucu. Itu pun masih ada tambahan rempah2 untuk dikunyah, dibungkus daun tembakau. Menarik! Setelah itu kita ke Commercial Street, tempat belanja di Bangalore. Salah satu teman kami, Aarti, ketabrak sepeda!! Kasian. Nangis deh.. Apakah tepat untuk berpikir menyelamatkan diri sendiri dahulu di saat seperti itu?

Jam 7 malam kami mulai packing dan nurunin barang2 (saya kebagian di lantai 3). Oh ya pemandangan dari retiring room ini cukup dramatis, bisa lihat stasiun yang sibuk, berbagai macam orang, dan monyet2 berjumpalitan. Monyet binatang suci di sini, tapi banyak yang mati gara2 kesetrum kabel listrik. Biasanya mereka bikin upacara kalao ada monyet yang mati, seperti upacara untuk manusia. Lalu kami latihan macam2 permainan untuk ngajak maen anak2 di panti asuhan nanti… Jam 9 malam naik kereta api.. Kita pesen sleeping compartment. Akhirnya ngerasain juga naik kereta yg ada tempat tidurnya! Selama ini hanya bisa mengagumi dari buku-buku. Alhamdulillah dapet di bagian atas! Terkenang waktu naik kapal laut ke Kota Baru, Kalimantan... Enak tidur di kereta. Sayang dingin sekali karena celah-celah keretanya nggak rapat. Tahu-tahu sudah sampai di Coimbatore (baca: kombatoor). Coimbatore ini beda provinsi sama Bangalore. Kita pilih naik kereta karena kalau naik bis pajak antar provinsinya mahal.

Dari Coimbatore kami naik bis menuju Coonoor (baca: kunur). Satu keengganan dari berpindah alat transportasi adalah ngangkut2 barang yg banyak sekali itu. Entah mengapa teman2 pada bawa koper super besar banyak2. Saya sendiri cuma bawa carrier gunung yg sengaja tidak diisi penuh. Bertekad tak mau bawa banyak2, packing list dipotong sampai nyaris 1/4nya. Sudah ada feeling bahwa orang2 Singapur ini emang pada paranoid aja, sampai nyuruh bawa roti segala! Canggih :-D 2 jam perjalanan yg menurut cerita berkelok-kelok menaiki gunung (lagi2 saya tidur), sampai juga di Coonoor. Di sana kami langsung berlari menuju stasiun kereta mainan (toy train). Coonoor sebenarnya sudah bagian dari tempat tujuan kami (Ootacamund/Ooty). Ooty ini tujuan wisata di daerah India Selatan. Wilayahnya dikelilingi gunung2. Kereta maenan ini kecepatannya cuman 40 km/h, terbuat dari kayu, jadi sengaja dibuat untuk menikmati pemandangan… Lahan, tumbuhan, perumahan, bunga-bunga, bahkan tumpukan batu, semua masih alami, bukan tak terjamah tapi mungkin memang sengaja dipertahankan. Strategi wisata mungkin, tapi terlalu alami untuk bisa dibilang demikian. Dan memang indah sekali. Kebetulan saat itu musim hujan, ada pelangi besaaar. It had been raining cats and dogs, tanpa henti… 42 hari terakhir! Dingin sangat. Kalau nggak salah rangenya sekitar 11-14 celcius.

Oke so we are now in Ooty. Dari situ naik bis lagi menuju rumah singgah yang kita tuju. Nggak tepat juga kalau dibilang panti asuhan, karena rata2 mereka masih punya orangtua, cuma aja keluarganya bermasalah dan nggak bisa ngasuh mereka. Jadi mereka ini sebenarnya masih bisa dibilang “beruntung”. No, it’s not them. It is me who is lucky.

It was quite surprising to see those kids who are very much diverse. Ada yg tamil (India Selatan), ada juga yg keturunan Tibet. Wah sulit sekali awalnya untuk menghapal nama-nama. Lobsang, Gombu Lham, Akila, Vimala, Jagadesh, Teresa, Thupten, Nima, Sangey Girl, Sangey Boy, Michael, Chaiten, Durga, Alex, David, Little Dolma, Big Dolma, Priyanka, Geetha, Bhagya, Rohini. Kunchok and Chockey.

---to be continued---

Saturday, July 03, 2004

So I'm back, meninggalkan India. Anganku tak akan pernah meninggalkannya.

Memori-memori menyesakkanku. Mendesak untuk keluar namun memori ini ternyata bukan untuk dideskripsikan. Mungkin aku terlalu bodoh. Ya, aku terlalu bodoh. Desakan ini terekspresikan dalam sinyal-sinyal positif.. dalam senyuman. Ternyata perjalanan ini mengajarkanku ilmu lain dalam institusi bernama kehidupan. I'm glad I took the chance.

I've seen another part of the world and most ready to see more!

This page is powered by Blogger. Isn't yours?